Selasa, 09 Desember 2008

ketar-ketir

“Tiga malam aku tidak tidur", menanti puteriku di sini, sudah tiga hari ini ia sakit.

Agaknya rasa itu akan menuliskan lanjutannya, mungkin akan menyebutkan yang ditunggu-tunggu akan penderitaan ibu­nya, akan tetapi menyebutkan kehadiran yang lebih lagi. dan yang ditunggu-tunggu adalah kehadiran setiap saat ibunya, akan tetapi rasa untuk menunggu itu hanya me­rupakan coretan dari atas ke bawah, agaknya pada saat itu rasa sakit itu akan menular dan datang me­nyerang ibunya.

Wulan, anakku berlutut. Tak dapat ditahan lagi beberapa tetes air mata membasahi pipinya. Baru sekarang dia dapat me­nangis, biarpun hanya beberapa tetes air mata. Dia telah banyak memikirkan akan perjuangan dan ketulusan kasih seorang ibu.

ibunya hidup menderita tekanan batin. Pantas saja ibunya menanggung yang tak pernah ter­balas itu, dan tak pernah dapat melupakan kasihnya kepada aku anaknya. Salahkah sikap ibunya itu? Tidak, tidak! Kehidupan ibunya telah banyak menderita oleh peristiwa itu dan ibunya hanya dapat bertahan hidup untuk mengasuh aku terlebih jika aku sakit seperti sekarang ini.

Dan setelah tahu bahwa anaknya sakit, otomatis ibuku merasa "ketar-ketir" memikirkan aku yang terbaring lemah. Ibuku jauh-jauh datang ke orang pintar hanya untuk melihat bagimana kondisiku yang sebenarnya, "kok, penyakit anakku ngak pernah sembuh-sembuh," ujarnya. Untuk diketahui aku sakit lemas seperti ini berlanjut sampai dua minggu, semacam sakit (medewa) panas yang disertai bintik-bintik disekujur tubuh. Dan pula ibuku bersusah payah mencari keluarga untuk minta bantuannya. Dan dia telah lakukan semuanya itu dengan iklas.

“Ibu.... ahhh, Ibu, ampunkan anakmu.... ini!” Aku meratap dan merasa menye­sal sekali, yang teringat akan kasih ibuku yang tulus, akan penderitaannya, yang mana sejak masih bayi aku tetap dalam dekapannya dan tak pernah terpisahkan dalam setiap langkah hidupnya!. TENGKAYU MOM?

Ketika aku tiba dekat jalan yang menuju ke mulut tebing, rasa ketir ini justru merasa ngeri karena mengira bahwa tentu anaknya ini akan melihat sebuah drama kehidupan dari sebuah balas budi yang tiada berkesudahan. Akan tetapi, betapa heran hatiku ketika melihat tempat itu sudah bersih, tidak nampak sebuah cela dari seorang manusia dan sebagai gantinya, di situ terdapat gundukan cinta iklas-seiklas-iklasnya yang teramat besar. Merupakan sebuah cinta!

Agaknya, semua cinta itu dikubur menjadi satu di dalam hatinya. Siapa yang mengubur? Tempat itu jauh dari kehidupan ketar-ketir yang menggangu. Dan hanya cinta kasih seorang anak yang mampu membangkitkan segalanya menjadi satu dan utuh.



3 komentar:

bundanya i-an mengatakan...

wulan dah cembuh kan..?

Wulandari mengatakan...

Makaciiii y Bun....Wulan dah cembuh n tmbah cantik,tp maemnya blm bisa banyak Bun...:)

Anonim mengatakan...

baguslah klo dah sembuh.titip salam utk wulan yap

Mengenai-Ku

Foto saya
Negara, Bali, Indonesia
Aku menangis namun tetap tersenyum, walau duka dan suka memang seirama dengan jalan hidup keluarga kecilku yang amat sederhana. Nyanyian rintihanku adalah melihat sosok seorang ayah yang telah lama meninggalkanku. Peluklah aku Ayahhh..kurindu belaian kasihmu kurindu canda tawa dan dekapan mesra sosok ayahku yang lama hilang!!! Hanya sosok ibulah harapan itu aku sandarkan. Dan rasa syukur senantiasa membuahkan bukti cinta kasih yang tulus, dan hanya bakti suci kupersembahkan kepadamu ibu..??

SingSong

Pukul

Ibu Ku

Ibu Ku
Satu-satunya Permata Hidupku!